LBH SURYA NTT, KUPANG - Tiga Kepala Keluarga (KK) masing-masing , Anisa Sulaiman (79) Ahmd Sulaiman (42) Nurhayati Iwan ( 37) warga Kelurahan Kelapa Lima, Kota Kupang terancam diusir dari rumah setelah menempatinya selama 35 Tahun. Pasalnya, kini 3 KK tersebut menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri Kupang Kelas I A atas tanah yang ditepati yang merupakan pemberian pemerintah Kota (Pemkot) Kupang.
Pemkot seolah lepas tangan, membiarkan keluarga itu berjuang sendirian karena pada sidang tanggal 30 Maret 2020, dari Pihak Pemkot tidak hadir di persidangan. Sidang hanya dihadiri oleh Tergugat I, II, III dan Tergugat IV.
Anisa Sulaiman (79) merupakan istri dari Sulaiman Masang, kaum urban yang bekerja sebagai pegawai pemerintah tahun 70-an. Bersama suaminya, mereka menempati lahan di kelapa Lima, tepatnya disamping hotel Sasando. (yang kini sudah difungsikan jadi jalur penghijauan).
Anisa menceritakan, lahan itu diberikan Peu Laning, Kepala Desa Kelapa Lima sekitaran Tahun 1976 kepada suaminya dan Sulaiaman Kopong. Ke dua keluarga itu membangun rumah, sebelum akhirnya didatangi Pemerintah Kota dan menyampaikan lahan itu akan dijadikan jalur hijau.
“Saya masih ingat waktu itu tahun 1984. Pemerintah datang dan menyuruh kami pindah karena lahan itu akan dijadikan jalur hijau,” katanya, Rabu, 30 Maret 2021.
Sebagai ganti rugi, Pemerintah Kota kemudian menunjuk dua bidang tanah untuk ditempati keluarga itu. Satu bidang di kawasan pengadilan Tipikor, yang ditempati Sulaiman Kopong, dan satu bidang tanah, di RT 007, RW 03, Kelurahan kelapa Lima, yang saat ini ditempatinya
Pemerintah Kota, melalui Kepala Pertahanan kota Kupang waktu itu, Anwar Saman, yang memetakan tanah itu untuk ditempati. Sedangkan secara teknis, diserahkan oleh Lurah kepala Lima Yonas Sede.
Kepada mereka, Pemerintah Kota meyakinkan tanah itu sah milik Pemerintah, sehingga aman untuk ditempati. Suaminya Soleman Masang, bahkan sudah memiliki sertifikat atas tanah itu.
Kini, diatas lahan itu, sudah ditempati tiga kepala keluarga yang merupakan anak-anaknya. Sebelum membuat rumah, anak-ankanya itu sempat minta izin kepada pemerintah Kota, melalui pihak kelurahan.
Pemerintah mempersilakan boleh membangun rumah, asalkan tidak permanen, sehingga sewaktu-waktu bisa dibongkar, apabila pemerintah berencana memanfaatkan lahan itu.
Namun kemudian, pada Tahun 2017 silam, seorang warga bernisial DAN mengklaim tanah itu miliknya. Sehingga mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri Kupang kelas I A.
Ahmad, anak Sulaiman Masang, mengatakan, setelah digugat, mereka pernah mendatangi Kabag Tatapen waktu itu, Yanuar Dally. Namun pemerintah menjanjikan akan mencari lahan yang kosong untuk ditempati apabila benar-benar mereka kalah gugatan.
“Kami sendirian saja hadapi ini. Sebenarnya kami juga bingung. Kenapa kami yang digugat, sedangkan yang kami tahu, ini tanah pemerintah. Seharusnya pemerintah yang digugat,” katanya.
Ia juga tidak mempermasalahkan pemerintah atas masalah ini, karena sudah memberikan tanah itu untuk ditempati. Namun pemerintah juga mesti membela rakyatnya, ketika sudah terancam seperti ini.
“Kami hanya berharap terus tinggal disini,” kata Ahmad.
Salah soerang staf LBH Surya NTT, Djibrael Bessi, SH dalam kesempatan itu mengatakan, kasus ini masih bergulir di pengadilan. Pada 6 April 2021 mendatang sudah memasuki agenda Jawaban dari Para Tergugat, setelah proses mediasi dinyatakan gagal karena kedua belah pihak tidak ada kata sepakat, sehingga proses selanjutnya persidangan dengan agenda jawaban dari pihak Tergugat.
” LBH Surya NTT menjadi kuasa hukum bagi 3 KK dalam perkara Nomor : 323/PDT.G/2021/PN.Kpg. ,”tutur Djibrael . (*tim)