www.lbhsuryantt.com-Guna meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan dalam meliput berita kekerasan seksual dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi korban kekerasan seksual, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI bekerjasama dengan Perkumpulan JalaStoria Indonesia menggelar Workshop Peningkatan Kompetensi Wartawan dalam Pemberitaan, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pers yang diikuti Aparat Penegak Hukum, Pengacara dan Advokat, Wartawan dan Perusahaan Pers dan Pemerintah daerah di Ballroom Hotel Sotis Kota Kupang, Rabu 6 November 2024.
Direktur Jalastoria Ninik Rahayu, yang diwakili Yefri Heriani mengatakan, publikasi pemberitaan hendaknya memastikan perlindungan terhadap setiap korban kekerasan seksual.
" Publikasi itu diharapkan penanganan juga dilakukan terhadap korban, yang perlu juga diketahui publik. Saluran, media menjadi bagian strategis menyampaikan ini, " Kata dia kepada sejumlah pekerja media Kupang.
Workshop itu juga memberi efek perhatian bagi kalangan pers. Menurut Yefri, ada dua hal penting yang perlu didalami yakni mengenai pemberitaan dan pencegahan dilingkungan Pers.
Secara aturan, terdapat UU Pers maupun pedoman pemberitaan dan kode etik. Ternyata, kata dia, regulasi itu belum cukup.
"Masih ditemukan berbagai pemberitaan yang tidak melindungi korban. Masih ditemukan nama korban disebutkan secara jelas, sekolah korban disebut, " ujarnya.
Dalam temuan Kementerian PPPA - Jalastoria dalam penelitian tahun 2022 terdapat lebih dari 700 artikel yang belum berpihak pada korban.
Dalam laporan juga menyebutkan paling banyak media massa melakukan peliputan mada topik pemerkosaan, pelecehan seksual, dan penjualan perempuan.
Dia bilang, data Komnas Perempuan tahun 2015, media masih belum memenuhi kaidah kode etik jurnalistik seperti halnya mencampurkan fakta dan opini (38 %), mengungkap identitas korban (31%) dan termasuk mengungkap identitas pelaku anak (20%).
Yefri menjelaskan, dalam kerangka pemberitaan yang disiapkan pihaknya perlu perumusan pedoman etika jurnalistik pemberitaan kekerasan seksual ber perspektif perlindungan korban dan responsive gender.
Lalu, penguatan kapisitas melalui berbagai pendidikan dan pelatihan bagi jurnalis,redaksi, maupun pemilik media. Dan, sinkronisasi dan harmonisasi instrumen etik dan hukum melalui kajian lintas institusi. Serta, melalui monitoring dan evaluasi.
Rekomendasi lainnya adalah, Pimpinan redaksi maupun pemilik media seyogyanya dapat memberikan atensi dan dukungan perlindungan korban kekerasan seksual dengan melakukan kontrol yang lebih ketat atas pemberitaan kekerasan seksual.
"Organisasi wartawan dapat memberikan pelatihan maupun sertifikasi jurnalistik berperspektif perlindungan korban dan responsive gender khususnya dalam pemberitaan kekerasan seksual," ujarnya.
Turut hadir juga perwakilan dari Wartawan LBH Surya NTT, Jefrianus Pati Bean, dalam sesi diskusi menyampaikan dorongan dan dukungan kepada dewan Pers untuk melakukan upaya-upaya peningkatan perspektif gender dan pengetahuan terkait hak-hak perempuan bagi wartawan/jurnalis/pewarta dalam penyusunan produk jurnalistik, salah satunya Peraturan Dewan Pers Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Pencegahan dan penanganan kekerasan Seksual di Lingkungan Pers.
"Bagi saya, di lingkungan Pers artinya bukan hanya di perusahaan atau organisasi Pers, tapi juga menyangkut publik karena Pers hidup dengan masyarakat. Pers adalah cermin dari masyarakat itu sendiri. Dewan Pers Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberitaan Isu keberagaman. Di dalam peraturan ini juga telah disebutkan perspektif gender dan masyarakat rentan adalah perempuan, " pungkas Jefri.