Table of Content

PEKERJA MIGRAN INDONESIA TERJEBAK PRAKTIK OVERCHARGING BIAYA PENEMPATAN.

LBH Surya NTT, Sabtu, (09 November 2024). Kota Kupang-Pepatah nahas “sudah jatuh tertimpa tangga” kerap dialami para pekerja migran Indonesia (PMI) yang berniat memperbaiki nasib di luar negeri. Alih-alih bisa membantu beban ekonomi rumah tangga, mereka justru mendapatkan perlakuan buruk dari berbagai lini, baik di dalam maupun di luar negeri. Salah satu masalah yang sering dihadapi PMI adalah Overcharging biaya penempatan PMI. 

Pekerja Migran Indonesia merupakan pahlawan devisa. Pekerja migran Indonesia memberikan sumbangan devisa nomor dua di Indonesia sebesar 159 triliun lebih pertahun.

Dengan jumlah 72 ribu pekerja setiap tahunnya. Pada prakteknya masih harus mengeluarkan biaya tambahan dalam pengurusan keberangkatan PMI. 

Kasus Overcharging biaya penempatan ini seperti di alami oleh seorang Ibu yang berinisial WS (40) asal NTT beberapa bulan yang lalu menjadi PMI di Hongkong.

Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, WS di pulangkan oleh majikannya karna surat keterangan kesehatan yang di keluarkan oleh fasilitas kesehatan melalui pihak PT penyalur tenaga kerja yang memberangkatkan nya tidak sesuai dengan kondisi fisik dan keadaannya.

Setibanya di hongkong WS mulai di curigai majikannya karena setiap kali di panggil atau di telpon oleh majikannya sering kali tidak di dengar oleh WS sehingga WS kerap kali di marahi atau mengalami penyiksaan oleh majikannya karena majikannya merasa di tipu oleh agency yang ada di hongkong. Dan akhirnya pada saat itu WS mengalami sakit sehingga harus di opname di salah satu Rumah Sakit yang ada di hongkong. Setelah di cek ternyata WS diagnosa penyakit Epilepsi dan gangguan pendengaran di telinga kanannya.

Dan akhirnya pada tanggal 15 September 2024 WS di pulangkan ke Indonesia tanpa di ketahui oleh pihak agency, KBRI dan KJRI. 

Selama bekerja 1,5 bulan di hongkong WS menerima gaji sebesar 4.870 dollar hongkong dan gajinya di potong sebesar 3.033 dollar hongkong. 

Pemotongan gaji tersebut merupakan kesepakatan secara lisan saja antara pihak PT dan WS, yang mana selama menjadi PMI di hongkong wajib di potong gaji  selama 5 bulan, pemotongan gaji tersebut digunakan untuk mengurus administrasi dan pelatihan selama proses keberangkatannya ke Hongkong.

Jean Peter Risky Amalo, A.Md.Li., S.H 

Menurut praktisi hukum Jean Peter Risky Amalo, A.Md.Li., S.H dan juga Kuasa Hukum WS  dari LBH Surya NTT menjelaskan, yang dimaksud overcharging dalam kasus ini adalah para PMI ini dibebankan biaya penempatan untuk bekerja ke luar negeri, padahal seharusnya mereka dibebaskan dari biaya tersebut, sesuai Peraturan BP2MI nomor 9 tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia.

"Di tahun 2020, BP2MI menerbitkan aturan pembebasan biaya penempatan bagi Pekerja Migran Indonesia pada 10 jenis jabatan, yang dikategorikan sebagai jabatan informal dan jabatan rentan. Aturan ini sesuai amanat UU no 18/2017 pasal 30 bahwa Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan. Ini merupakan aturan yang progresif dan revolusioner," jelas Rizky

"Secara aturan saja sudah jelas kalau tidak boleh ada biaya apapun yg dibebankan kepada PMI, di pasal 4 Peraturan BP2MI Nomor 9 Tahun 2020 itu maksudnya siapapun tidak tidak bisa memaksakan PMI untuk membayar biaya penempatan, seperti memaksa PMI untuk meminjam uang yang berujung pada pemotongan gaji PMI" Ujar Rizki

Rizky menjelaskan" bahwa sudah mendatangi pihak BP2MI Nusa Tenggara Timur untuk mempertanyakan terkait Peraturan BP2MI nomor 9 tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia dan Putusan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia  Nomor 256 Tahun 2023 Tentang Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia yang di tempatkan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia Kepada pemberi kerja Perseorangan di Hongkong".

"Namun jawaban dari BP2MI Nusa Tenggara Timur, bahwa sejauh ini belum ada kerjasama atau kesepakatan antara Indonesia dan Hongkong terkait dengan pembebasan biaya bagi penempatan PMI". Ujar Rizky

Menurut Rizky, ini menjadi suatu kebingungan karna aturannya ada tapi kerjasamanya belum. jadi seolah-olah aturan ini tidak berlaku. 

"Bagi saya kalau aturan ini tidak di terapkan dengan baik maka PMI akan terus dibebani biaya penempatan dan hal ini tentu sudah tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku" Ujar Rizky 




Penulis : Jefri