Table of Content

Postingan

"Ketua LBH Surya NTT Beri Peringatan Keras: Mahasiswa Endorse Judi Online, Siap-Siap Berurusan dengan Hukum!"

Foto/Ketua LBH Surya NTT/E.Nita Juwita,S.H.,MH

KUPANG – Di era di mana jumlah followers bisa menjadi sumber penghasilan, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Surya NTT, E. Nita Juwita, S.H., MH, melontarkan suara keras yang harus didengar oleh setiap mahasiswa, khususnya para influencer muda di Kota Kupang.


 Pesannya singkat tapi penuh konsekuensi: "Jangan coba-coba untuk endorse judi online, apalagi bagi yang followers-nya banyak."

Pesannya kini didukung oleh data nyata: "Jangan coba-coba untuk endorse judi online. Untuk bulan September 2025 kemarin, kami sudah menangani dua perkara endorse judi online  dan pada tahun 2024 kurang lebih 10 Perkara Judi Online semuanya dari kalangan mahasiswa."

Peringatan ini bukan sekadar imbauan moral, melainkan sebuah alarm bahaya yang menyangkut jerat hukum dan tanggung jawab intelektual.


Bagi banyak mahasiswa, media sosial adalah kanal untuk berekspresi dan berpotensi menghasilkan "cuan". Namun, Nita Juwita tegas membedakan antara konten kreatif dan aktivitas ilegal.


"Aktivitas endorse judi online bukan lagi soal konten atau strategi marketing. Ini adalah kejahatan yang berkedok influencer," tegas Nita Juwita dalam pernyataannya, Kamis 2/10/2025. "Setiap unggahan yang mempromosikan judi online adalah bentuk pelanggaran hukum yang nyata. Mahasiswa jangan sampai terjerumus dalam romantisme 'penghasilan mudah' yang ujungnya adalah petaka."


Nita Juwita membeberkan betapa seriusnya konsekuensi hukum yang mengintai. Endorsemen judi online dapat dikenai pasal-pasal berat, mulai dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hingga Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.


"Banyak yang tidak sadar, sekali Anda meng-upload konten promosi judi, Anda sudah membuka diri terhadap pasal-pasal yang ancamannya tidak main-main. Bukan hanya denda yang bisa mencapai miliaran rupiah, tapi juga ancaman pidana penjara," jelasnya.


Ia menegaskan bahwa memiliki banyak followers justru memperberat posisi pelaku. "Followers yang banyak berarti jangkauan kejahatannya luas. Di mata hukum, ini bisa menjadi faktor yang memberatkan."


Lebih dari sekadar persoalan hukum, Nita Juwita menyoroti dimensi moral yang lebih dalam. Sebagai calon pemimpin dan kaum intelektual, mahasiswa dinilainya memiliki tanggung jawab sosial untuk melindungi masyarakat, bukan menyesatkannya.


"Ini adalah dosa ganda. Selain melanggar hukum, mereka juga mengkhianati peran intelektualnya," ucap Nita Juwita dengan nada prihatin. "Mahasiswa seharusnya menjadi garda terdepan dalam membangun peradaban dan mencerdaskan bangsa. Bagaimana mungkin mereka justru menjadi promotor bagi aktivitas yang merusak mental dan finansial generasi muda?"


Ia menambahkan, mahasiswa seharusnya menjadi guardian atau penjaga nilai-nilai kebajikan di ruang digital, bukan menjadi ujung tombak industri yang merugikan.


Peringatan dari Ketua LBH Surya NTT ini diharapkan bisa menjadi pengingat bagi seluruh mahasiswa dan anak muda di NTT. Nita Juwita mengajak mereka untuk memanfaatkan pengaruh dan kreativitasnya untuk hal-hal yang positif.


"Followers yang banyak adalah amanah. Gunakan untuk membagikan informasi yang mendidik, menginspirasi, dan memajukan daerah kita. Jangan jual masa depan Anda dan masa depan banyak orang hanya untuk cuan cepat yang penuh dosa dan risiko," pungkasnya.


Peringatan ini sekaligus menjadi tamparan keras bagi para influencer yang selama ini mungkin abai, bahwa di balik glamornya angka followers dan iming-iming komisi, ada bayang-bayang panjang jerat hukum dan tanggung jawab sejarah yang harus mereka pikul.